Definisi Nabi dan Rasul
Nabi dalam bahasa Arab berasal dari kata
naba. Dinamakan Nabi
karena mereka adalah orang yang menceritakan suatu berita dan mereka
adalah orang yang diberitahu beritanya (lewat wahyu). Sedangkan kata
rasul secara bahasa berasal dari kata
irsal yang bermakna
membimbing atau memberi arahan. Definisi secara syar’i yang masyhur,
nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu namun tidak diperintahkan untuk
menyampaikan sedangkan Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dalam
syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannnya [
Syaikh
Ibn Abdul Wahhab menggunakan definisi ini dalam Ushulutsalatsah dan
Kasyfu Syubhat, begitu pula Syaikh Muhammad ibn Sholeh Al Utsaimin].
Sebagian ulama menyatakan bahwa definisi ini memiliki kelemahan, karena
tidaklah wahyu disampaikan Allah ke bumi kecuali untuk disampaikan, dan
jika Nabi tidak menyampaikan maka termasuk menyembunyikan wahyu Allah.
Kelemahan lain dari definisi ini ditunjukkan dalam hadits dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “
Ditampakkan
kepadaku umat-umat, aku melihat seorang nabi dengan sekelompok orang
banyak, dan nabi bersama satu dua orang dan nabi tidak bersama seorang
pun.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi juga menyampaikan wahyu kepada
umatnya. Ulama lain menyatakan bahwa ketika Nabi tidak diperintahkan
untuk menyampaikan wahyu bukan berarti Nabi tidak boleh menyampaikan
wahyu.
Wallahu’alam.
Bagaimana Beriman Kepada Nabi dan Rasul ?
Syaikh Muhammad ibn Sholeh Al Utsaimin menyampaikan dalam kitabnya Syarh
Tsalatsatul Ushul, keimanan pada Rasul terkandung empat unsur di
dalamnya [
Perlu diperhatikan bahwa
penyebutan empat di sini bukan berarti pembatasan bahwa hanya ada empat
unsur dalam keimanan kepada nabi dan rosul-Nya].
- Mengimani bahwa Allah benar-benar
mengutus para Nabi dan Rasul. Orang yang mengingkari – walaupun satu
Rasul – sama saja mengingkari seluruh Rasul. Allah ta’ala berfirman yang
artinya, “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.” (QS.
Asy-Syu’araa 26:105). Walaupun kaum Nuh hanya mendustakan nabi Nuh, akan
tetapi Allah menjadikan mereka kaum yang mendustai seluruh Rasul.
- Mengimani nama-nama Nabi dan Rasul yang kita ketahui dan mengimani
secara global nama-nama Nabi dan Rasul yang tidak ketahui. – akan datang
penjelasannya –
- Membenarkan berita-berita yang shahih dari para Nabi dan Rasul.
- Mengamalkan syari’at Nabi dimana Nabi diutus kepada kita. Dan penutup para nabi adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau diutus untuk seluruh umat manusia. Sehingga ketika telah datang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka wajib bagi ahlu kitab tunduk dan berserah diri pada Islam Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “Maka
demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-NisaA’ 4:65)
Berikut ini Nama Nabi dan Rasul didalam Al Qur'an:
-
NABI ADAM AS.
-
NABI IDRIS AS.
-
NABI NUH AS.
-
NABI HUD AS.
-
NABI SHOLEH AS.
-
NABI IBROHIM AS.
-
NABI LUTH AS.
-
NABI ISMAIL AS.
-
NABI ISHAK AS.
-
NABI YA’KUB AS.
-
NABI YUSUF AS.
-
NABI AYUB AS.
-
NABI SYU’AIB AS.
-
NABI MUSA AS.
-
NABI HARUN AS.
-
NABI DZULKIFLI AS.
-
NABI DAUD AS.
-
NABI SULAIMAN AS.
-
NABI ILYAS AS.
-
NABI ILYASA AS.
-
NABI YUNUS AS.
-
NABI ZAKARIA AS.
-
NABI YAHYA AS.
-
NABI ISA AS.
-
NABI MUHAMMAD SAW.
Oleh karena itulah, walaupun dalam Al-Qur’an hanya disebut 25 nabi,
maka kita tetap mengimani secara global adanya Nabi dan Rasul yang
tidak dikisahkan dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “
Dan
sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di
antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada
yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Al-Mu’min 40:78). Selain 25 nabi yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, terdapat 2 nabi yang disebutkan Nabi
shalallahu’alaihiwasalam, yaitu
Syts dan
Yuusya’.
Para sahabat ketika menaklukkan kota Tustur dan mendapatkan jasad
Nabi Danial ‘alaihissalam,
mereka menggali tiga belas liang kubur di berbagai tempat, lalu
memakamkan Danial di salah satunya di malam hari. Setelah itu seluruh
kuburan tersebut disamakan, agar orang-orang tidak tahu manakah makam
beliau.[
Kisah tersebut disebutkan oleh
Ishaq dalam Sirahnya riwayat Yunus bin Bukair (hal. 49). Juga
disebutkan Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah dan beliau
menyatakan bahwa sanadnya hingga Abu al-‘Aliyah sahih. Lalu beliau
menyebutkan jalur-jalur periwayatan lain yang mengindikasikan bahwa
kejadian tersebut benar adanya. Periksa: Al-Bidรขyah wa an-Nihรขyah
(II/376-379), Iqtidhรข’ ash-Shirรขth al-Mustaqรฎm (II/199-200) dan Ighรขtsah
al-Lahfรขn (I/377).]
Berkenaan dengan tiga nama yang disebut dalam Al-Qur’an yaitu
Zulkarnain, Tuba’ dan Khidir terdapat khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama apakah mereka Nabi atau bukan. Akan tetapi, untuk
Zulkarnain dan
Tuba’ maka yang terbaik adalah mengikuti Rasulullah
shalallahu’alaihiwasalam, Beliau
shalallahu’alaihiwasalam
bersabda, “Aku tidak mengetahui Tubba nabi atau bukan dan aku tidak
tahu Zulkarnain nabi atau bukan.” (HR. Hakim dishohihkan Syaikh Albani
dalam Shohih Jami As Soghir). Maka kita katakan
wallahu’alam.
Untuk Khidir, maka dari ayat-ayat yang ada dalam surat Al-Kahfi, maka
seandainya ia bukan Nabi, maka tentu ia tidak ma’shum dari berbagai
perbuatan yang dilakukan dan Nabi Musa
‘alaihissalam tidak akan mau mencari ilmu pada Khidir.
Wallahu’alam.
Tugas Para Rasul ‘alaihissalam
Allah mengutus pada setiap umat seorang Rasul. Walaupun penerapan
syari’at dari tiap Rasul berbeda-beda, namun Allah mengutus para Rasul
dengan tugas yang sama. Beberapa diantara tugas tersebut adalah:
- Menyampaikan risalah Allah ta’ala dan wahyu-Nya.
- Dakwah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
- Memberikan kabar gembira dan memperingatkan manusia dari segala kejelekan.
- Memperbaiki jiwa dan mensucikannya.
- Meluruskan pemikiran dan aqidah yang menyimpang.
- Menegakkan hujjah atas manusia.
- Mengatur umat manusia untuk berkumpul dalam satu aqidah.
Kesalahan-Kesalahan Dalam Keimanan Kepada Nabi dan Rosul
Terdapat berbagai pemahaman yang salah dalam hal keimanan pada Nabi dan Rasul-Nya
‘alaihisholatu wassalam. Beberapa di antara kesalahan itu adalah:
- Memberikan sifat rububiyah atau
uluhiyah pada nabi. Ini adalah suatu kesalahan yang banyak dilakukan
manusia. Mereka meminta pertolongan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika telah wafat, menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cahaya di atas cahaya (sebagaimana kita dapat temui dalam sholawat nariyah)
dan sebagainya yang itu merupakan hak milik Allah ta’ala semata. Nabi
adalah manusia seperti kita. Mereka juga merupakan makhluk yang
diciptakan Allah ta’ala. Walaupun mereka diberi berbagai kelebihan dari
manusia biasa lainnya, namun mereka tidak berhak disembah ataupun
diagungkan seperti pengagungan pada Allah ta’ala. Mereka dapat dimintai
pertolongan dan berkah ketika masih hidup namun tidak ketika telah
wafat.
- Menyatakan sifat wajib bagi Nabi ada 4, yaitu shidiq, amanah, fatonah dan tabligh.
Jika maksud pensifatan ini untuk melebihkan Nabi di atas manusia
lainnya, maka sebaliknya ini merendahkan Nabi karena memungkinkan Nabi
memiliki sifat lain yang buruk. Yang benar adalah Nabi memiliki semua
sifat yang mulia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(QS. Al-Qolam 68:4) Mustahil bagi orang yang akan memperbaiki akhlak
manusia tapi memiliki akhlak-akhlak yang buruk dan yang lebih penting
lagi, pensifatan ini tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Mengatakan bahwa ada nabi perempuan.
Kekhususan Bagi Nabi
- Mendapatkan wahyu.
- Ma’shum (terbebas dari kesalahan).
- Ada pilihan ketika akan meninggal.
- Nabi dikubur ditempat mereka meninggal.
- Jasadnya tidak dimakan bumi.
Kebutuhan manusia pada para Nabi dan Rasul-Nya adalah sangat primer.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan, “
Risalah
kenabian adalah hal yang pasti dibutuhkan oleh hamba. Dan hajatnya
mereka pada risalah ini di atas hajat mereka atas segala sesuatu.
Risalah adalah ruhnya alam dunia ini, cahaya dan kehidupan. Lalu
bagaimana mau baik alam semesta ini jika tidak ada ruhnya, tidak ada
kehidupannya dan tidak ada cahayanya.”(
1)
Tabel perbedaan Nabi dan Rasul
NO | NABI | RASUL |
1 | Tidak diperintahkan kepada siapapun untuk menyampaikan risalah dari Allah | Diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah |
2 | Menguatkan / melanjutkan syariat dari Rasul sebelumnya | Diutus dengan membawa syariat baru |
3 | Diutus kepada kaum yang sudah tunduk dengan syariat dari rasul sebelumnya | Diutus kepada kaum yang menentang |
4 | Setiap nabi belum tentu ia seorang rasul | Setiap Rasul adalah Nabi |
5 | Nabi pertama adalah Adam ‘alaihissalam | Rasul pertama adalah Nuh ‘alaihissalam |
6 | Jumlah Nabi adalah 124 ribu orang | Jumlah Rasul adalah 315 orang |
7 | Nabi itu jauh lebih banyak | Rasul jauh lebih sedikit ketimbang nabi |
8 | Adapun nabi, ada di antara mereka yang berhasil dibunuh oleh kaumnya | Seluruh rasul yang diutus, Allah selamatkan dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan oleh kaumnya |
Dalil-dalil rujukannya
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah di dalam
Majmuu’ Fataawa wa Rasaail jilid 7
, menuliskan beberapa faedah yang terkait dengan permasalahan aqidah.
Salah satu faedah yang beliau sebutkan di halaman 250 dari Majmuu’
Fataawa wa Rasaail jilid 7 adalah :
Faedah
Syaikul Islam di dalam kitab
An Nubuwwat hal 172-173,
menyebutkan perbedaan antara Nabi dan Rasul : Sesungguhnya Nabi adalah
orang yang mendapatkan berita dari Allah dan dia menyampaikan apa yang
Allah beritakan kepadanya.
Jika dia diutus oleh Allah untuk menyampaikan risalah kepada orang yang menyelisihi perintah Allah, maka dia seorang Rasul. Sedangkan
jika
dia mengamalkan syariat sebelumnya dan tidak diutus kepada siapapun
untuk menyampaikan risalah dari Allah maka dia seorang Nabi, bukan Rasul.(
2)
ุฅَِّูุง
ุฃَْูุฒََْููุง ุงูุชَّْูุฑَุงุฉَ َِูููุง ُูุฏًู َُูููุฑٌ َูุญُْูู
ُ ุจَِูุง
ุงَّููุจَُِّููู ุงَّูุฐَِูู ุฃَุณَْูู
ُูุง َِّููุฐَِูู َูุงุฏُูุง
َูุงูุฑَّุจَّุงَُِّูููู َูุงูุฃَุญْุจَุงุฑُ ุจِู
َุง ุงุณْุชُุญِْูุธُูุง ู
ِْู ِูุชَุงุจِ
ุงَِّููู ََููุงُููุง ุนََِْููู ุดَُูุฏَุงุกَ
“
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya
(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-nabi yang menyerah diri
kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,
disebabkan mereka diperintah memelihara kitab – kitab Allah dan mereka
menjadi saksi terhadapnya….(Q.S alMaidah: 44).
Tentang berapa banyak nabi dan rasul
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
“
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu,
di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara meraka
ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi
seorang Rasul membawah suatu mu’jizat melainkan dengan seizin Allah.” (Qs. Al-Ghafir: 787)
Bertolak dari ayat ini, maka dapat disimpulkan bahwa setiap Nabi yang
disebutkan di dalam Al-Quran adalah juga sebagai Rasul. (Syaikh
Utsaimin)
Hadits tentang jumlah Rasul tersebut adalah:
ูุงู ุขุฏู
ูุจูุง ู
ููู
ุง ، ูุงู ุจููู ู ุจูู ููุญ ุนุดุฑุฉ ูุฑูู ، ู ูุงูุช ุงูุฑุณู ุซูุงุซู
ุงุฆุฉ ู ุฎู
ุณุฉ ุนุดุฑ
Adam adalah Nabi yang diajak bicara. Antara ia dengan Nuh terdapat 10 abad. Jumlah Rasul adalah 315 orang (H.R Abu Ja’far ar-Rozzaaz dan selainnya, dishahihkan Syaikh al-Albany dalam Silsilah al-Ahaadiits as-Shohiihah
Dalam riwayat Abu Umamah, bahwa Abu Dzar bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berapa jumlah persis para nabi.” Beliau menjawab:
ู
ِุงุฆَุฉُ ุฃٍَْูู َูุฃَุฑْุจَุนَุฉٌ َูุนِุดْุฑَُูู ุฃًَْููุง ุงูุฑُّุณُُู ู
ِْู ุฐََِูู ุซََูุงุซُ ู
ِุงุฆَุฉٍ َูุฎَู
ْุณَุฉَ ุนَุดَุฑَ ุฌَู
ًّุง ุบَِููุฑًุง
“
Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.” (HR. Ahmad no. 22288 dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani dalam al-Misykah).
Tentang siapa nabi dan rasul pertama
Allah
’Azza wa Jalla menyatakan:
ุฅَِّูุง ุฃَْูุญََْููุง ุฅََِْููู َูู
َุง ุฃَْูุญََْููุง ุฅَِูู ُููุญٍ َูุงَّููุจَِِّููู ู
ِْู ุจَุนْุฏِِู
“
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang setelahnya”. (QS. An-Nisa` : 163)
Rasul pertama adalah Nuh
‘alaihissalam, sesuai dengan hadits
tentang syafaat pada hari kiamat, setelah mendatangi Adam, orang-orang
mendatangi Nuh untuk meminta syafaat dengan mengatakan:
َูุง ُููุญُ ุฃَْูุชَ ุฃََُّูู ุงูุฑُّุณُِู ุฅَِูู ุฃَِْูู ุงْูุฃَุฑْุถِ
Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama (yang diutus) untuk penduduk bumi (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Dalam lafadz lain, disebutkan bahwa Nabi Adam sendiri yang menyatakan bahwa Nuh adalah Rasul pertama:
ََููุฃْุชَُูู
ุขุฏَู
َ َََُُููููููู َูุง ุขุฏَู
ُ ุฃَู
َุง ุชَุฑَู ุงَّููุงุณَ ุฎََََููู ุงَُّููู
ุจَِูุฏِِู َูุฃَุณْุฌَุฏَ ََูู ู
ََูุงุฆَِูุชَُู َูุนََّูู
ََู ุฃَุณْู
َุงุกَ ُِّูู
ุดَْูุกٍ ุงุดَْูุนْ ََููุง ุฅَِูู ุฑَุจَِّูุง ุญَุชَّู ُูุฑِูุญََูุง ู
ِْู ู
ََูุงَِููุง
َูุฐَุง ََُُููููู َูุณْุชُ َُููุงَู ََููุฐُْูุฑُ َُููู
ْ ุฎَุทِูุฆَุชَُู ุงَّูุชِู
ุฃَุตَุงุจََูุง ََِْูููู ุงุฆْุชُูุง ُููุญًุง َูุฅَُِّูู ุฃََُّูู ุฑَุณٍُูู ุจَุนَุซَُู
ุงَُّููู ุฅَِูู ุฃَِْูู ุงْูุฃَุฑْุถِ ََููุฃْุชَُูู ُููุญًุง
Maka orang-orang mendatangi Adam dan berkata: Wahai Adam,
tidakkah engkau tahu (bagaimana keadaan manusia). Allah telah
menciptakanmu dengan TanganNya, dan Allah (memerintahkan) Malaikat
bersujud kepadamu dan Allah mengajarkan kepadamu nama-nama segala
sesuatu. Berilah syafaat kami kepada Rabb kami sehingga kami bisa
mendapatkan keleluasaan dari tempat kami ini. Adam berkata: aku tidak
berhak demikian, kemudian Adam menceritakan kesalahan yang menimpanya.
(Adam berkata): akan tetapi datanglah kepada Nuh, karena ia adalah
Rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi. Maka orang-orang
kemudian mendatangi Nuh….(H.R alBukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).
Ini adalah riwayat yang shohih, karena disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim.
Sedangkan riwayat Ibnu Hibban yang menyatakan bahwa Adam adalah Rasul
pertama adalah riwayat yang lemah, karena di dalamnya terdapat perawi
yang bernama: Ibrahim bin Hisyam bin Yahya al-Ghossany yang dinyatakan
oleh Abu Zur’ah sebagai pendusta, Abu Hatim tidak menganggapnya tsiqoh,
sedangkan atThobarony menyatakan tsiqoh. (
3)